Kamis, 31 Mei 2012

Drama JANGAN MENANGIS INDONESIA Karya Putu Wijaya























Lakon

JANGAN MENANGIS INDONESIA

karya: PUTU WIJAYA
kenangan buat Harry Roesly













pementasan harus seizin Teater Mandiri, Jakarta: Astya Puri 2/A9, Jl. Kertamuktimukti Cirendeu, Jakarta Selatan 15417 – 021 7444678 – teatermandiri@hotmail.com
___________________________________________________________________

SATU


GEMELETUK SUARA AIR TERUS-MENERUS KETIKA PENONTON MULAI MEMASUKI TEMPAT TONTONAN BERLANGSUNG. SEBUAH LAYAR RAKSASA TERBENTANG.. SAAT PERTUNJUKAN HENDAK MULAI, TERDENGAR SUARA KENTUNGAN. DIJAWAB OLEH SUARA KENTUNGAN YANG LAIN DI KEJAUHAN. LAMPU SEMUANYA PADAM. TERDENGAR SUARA DALANG MEMBERIKAN PROLOG SEPERTI MENGELUARKAN MANTRA

DALANG (Digumamkan Dengan Tembang)
Berbagai hal beruntun menerpa tak putus-putus. Krisis ekonomi, suhu politik meninggi, huru-hara, teror bom, tsunami, gempa bumi, sar, flue burung, demam berdarah, kebejatan moral, narkoba, judi, korupsi, ketidakberdayaan hukum, kebejatan para pemimpin, kasus-kasus  yang mencederai hak azasi manusia. Risau, bingung, was-was, semua  mendambakan kehidupan yang lebih baik. Tangan gelagapan berpegangan mencoba bertahan agar  tak terjadi kebangkrutan apalagi kemusnahan. Tapi di celah yang kecil, masih terlihat, terdengar dan terasa sebuah harapan apabila kita bersedia untuk menerima, belajar, ngeh, kemudian membalikkan kekalahan menjadi kemenangan masih ada sebuah janji

SUARA KENTUNGAN KEMBALI UNTUK TERAKHIR KALINYA DISUSUL OLEH SUARA LOLONG ANJING PANJANG. DI UJUNG LOLONG ITU SESEORANG MELEMPAR BATU. ANJING MELENGKING KESAKITAN. TERDENGAR SUARA-SUARA MEMAKI. LALU SUARA ORANG BANYAK RIUH RENDAH. SEPERTI ADA KERIBUTAN. KEMUDIAN SEPERTI SUARA RAMAI DALAM PASAR. BERAKHIR DENGAN KILAT DAN KEMUDIAN LANGIT MENGERAM. LALU SUARA HUJAN SERTA ANGIN. LAMPU ULTRA DI DEPAN  LAYAR PUTIH RAKSASA MENYALA.

LAYAR BERGERAK-GERAK BAGAIKAN OMBAK DI LAUT YANG BERGELORA. TIBA-TIBA TERDENGAR DENTUMAN. LAMPU ULTRA PADAM. LAMPU DI BELAKANG LAYAR MENYALA WARNA MERAH. DI LAYAR NAMPAK BAYANGAN MANUSIA-MANUSIA KECIL MENCOBA MENGANGKAT LANGIT YANG HENDAK RUNTUH. SUARA MUSIK MENGERAM-NGERAM. LAYAR BERGETAR BERGELORA. MANUSIA-MANUSIA BERJUANG BERUSAHA MENGANGKAT BEBAN YANG SULIT SEKALI DI ATASI. BAYANGAN ITU OVERLAP DENGAN BAYANGAN DUA ORANG YANG LEBIH BESAR LAGI MENCOBA MENGANGKAT BEBAN. KEMUDIAN DITIMPA LAGI OLEH BAYANGAN WAYANG RAKSASA YANG MEMBUAT PERJUANGAN ITU TERUS GAGAL.

DUA ORANG TERDENGAR BERTERIAK-TERIAK MEMBERIKAN KOMANDO , LALU MUNCUL DENGAN PECUTNYA DAN MEMUKULI LAYAR. YANG SATU JENDRAL, YANG LAIN AJUDANNYA. KEDUANYA MELONTARKAN DIALOG YANG SAMA. TAPI AJUDANNYA LEBIH LIRIH DAN DITUJUKAN KEPADA BAYANGAN DI LAYAR, JENDRAL LEBIH SEPERTI MEMBERIKANN KOMANDO KEPADA PASUKANNYA, MENGAWASI KE ADAAN DAN BICARA KEPADA PENONTON.


JENDRAL:
Brengsek! Konyol! Pemalas! Bodo kebo! Dasar pribumi! Gelo sia!

(Berlari mendekati layar sambil memukul dengan pecutnya)

Begitu saja tidak becus! Mengangkat kardus seperti mengangkat langit. Semprul! Ayo jangan  digondeli. Kerja bukan cari untung! Angkat! Dasar budak! Gotongroyong! Maunya kok menelan. Dasar kemaruk! Otak udang! Angkat bangsat! Kuntilanak.

(Memaki-maki kotor. Kepada penonton)

Lihat sendiri ini negeri kacau. Manusia-manusia tidak memenuhi syarat. Begini mau merdeka? Berdiri saja tidak bisa. Ini mau mendirikan negara Tahi kerbau! Nggak usah merdeka, belajar jadi budak dulu!

BERBALIK LALU MEMBANTU AJUDANNYA MEMUKUL LAYAR. BAYANG-BAYANG DI BALIK LAYAR BERJATUHAN. TAPI KEMUDIAN MUNCUL BAYANGAN WAYANG SOSOK RAKSASA. JENDRAL DAN AJUDANNYA TERKEJUT, TAKUT LANGSUNG MENYEMBAH

JENDRAL:
Aduh, ampun. Baik-baik Paman. Baik Paman. Aku tidak ikut campur lagi. Aku kan hanya mau mendidik supaya mereka bisa bekerja. Aduh. Ampun. Aku kagak mau kualat sama Paman! Ya biarin deh dia merdeka dulu, nanti gua kerjain lagi.

( Wayang menghajar. Jendral dan ajudan berjatuhan)

Aduh! Ampun!

(Wayang terus melabrak. (jendral dan ajudannya lari sambil misuh-misuh)

Gimana sih udah minta ampun masih disikat. Aduh! Lari! Awas lhu brengsek!

AJUDAN JENDRAL KETINGGALAN 

AJUDAN:
Ampun! Bukan saya! Saya hanya menjalankan perintah atasan!

(Digebuk) 

sudah minta ampun kok digebukin  juga!

(Lari Sambil Berteriak Histeris)

Tolongggg

TERDENGAR SUARA DENTUMAN. LAMPU DI BELAKANG LAYAR PADAM. DI BAGIAN KIRI LAYAR NAMPAK SLIDE TENGKORAK-TENGKORAK BERJAJAR. DI TENGAHNYA BAYANG-BAYANG WAYANG RAKSASA SEDANG MENGAWASI BUMI YANG SUDAH DIOBRAK-ABRIKNYA

DI SEBELAH KANAN LAYAR TERLIHAT SLIDE MATA YANG MENETESKAN AIR.  KEMUDIAN LATAR HITAM DENGAN GORESAN TULISAN: JANGAN MENANGIS INDONESIA. KEMBALI KE MATA DAN BAYANgp-BAYANG TANGAN YANG MENGUSAP MATA ITU.


DUA

TERDENGAR DENGUS NAFAS ORANG YANG TIDUR. SLIDE JANGAN MENANGIS INDONESIA  BERGANTI DENGAN GAMBAR MATA YANG MENANGIS. LALU ADA BAYANGAN TANGAN YANG MENGUSAP AIR MATA ITU. LALU SILHUET WAJAH SESEORANG YANG SEDANG MEMIKIRKAN SESUATU DI TEMPAT TIDURNYA.

SESEORANG:
Setiap menjelang tujuh belas Agustus (bisa diganti) aku selalu teringat kepada seorang pemuda yang dengan gagah berdiri di depan penjabat-pejabat Jepang. Tanpa memegang secaraik kertas, ia berbicara langsung menjelaskan apa yang ditanyakan oleh para pejabat itu, yang tidak bisa dijawab oleh pembicara-pembicara sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa negeri yang dihuni oleh 70 juta jiwa ini, dengan segala perbedaannya dalam banyak hal. Berbeda agama, berbeda suku bangsa, bahasa, adat-istiadat dan kebiasaan, namun bisa hidup berdamping sebagai saudara. Negeri ini tidak memerlukan persiapan yang tuntas untuk mewudjudkan cita-citanya, karena kalau menunggu sampai siap, tidak akan pernah menjadi kenyataan. Kita hanya memerlukan sebuah jembatan emas yang memberikan sebuah ruang berpikir dan bergerak yang bebas. Kita memerlukan sebuah kebebasan politik. Sebuah kemerdekaan!


DI SEBELAH KANAN PANGGUNG TERANG. NAMPAK BUNG KARNO DENGAN PICI DAN PAKAIAN PUTIH-PUTIH BERPIDATO. TOKOH INI DIMAINKAN OLEH DALANG

SOEKARNO (Cuplikan Pidato Lahirnya Panca Sila )
…..  Saudara-saudara Dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban sedangkan kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita Lima setangan. Lkita m,empunyai Panca Indera. Apalagi yang lima bilangannya?

SESEORANG:
Pandawa Lima

SOEKARNO:
Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan. Internasionalisme, mufakagt, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilan gannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petrunjuk seorang teman
Kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artrinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Neghara Indonesia, kekal dan abadi

(Tepuk Tangan Seru)

Di dalam Indonesia mereke itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain coraknya. Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu-padum, berjuang terus menyelenggarakan apa yang  kita cita-citakan di dalam Pancasila. Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bahwa Indoneisa Merdeka tidak dapat datang jika bangsa  Indonesia tidak berani mengambil resiko, - tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudera yang sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatyu dan tidak menekad-mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akahir zaman! Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad “Merdeka”, - merdeka atau mati!

TEPUK TANGAN RIUH

SESEORANG:
Pemuda itu mewariskan Panca Sila yang kemudian dipakukan oleh Muhammad Yamin dalam sebuah perisai yang digantung di leher seekor burung garuda yang juga gagah perkasa. 

(Slide Lambang Negara Garuda Panca Sila)

Kedua kaki burung garuda itu mencengkeram sebuah pita yang berisi pandangan hidup yang sampai sekarang kita pakai sebagai senjata untuk hidup dalam persaudaraan di dalam segala perbedaan. Tetapi aku selalu heran. Mengapa burung garuda itu selalu menengok ke kanan. Kenapa ia tidak pernah mengok ke kiri. Apa karena Ki Dalang selalu mengeluarkan pahlawan-pahlawan pembela keadilan dan kebenaran dari kanan. Karena kanan tempat para Pandawa yang akan meluruskan segala kejahatan yang diperbuat oleh Korawa di sebelah kiri. Apakah kebenaran, keadilan dan kemenangan itu harus mutlak datang dari kanan. Tak mungkinkah kebenaran akan datang dari sebelah kiri?

DI SEBELAH KANAN MUNCUL KI DALANG, MEMEGANG DUA BUAH WAYANG BESAR,  LANGSUNG MEMOTONG.

DALANG:
Mungkin saja! Siapa bilang kebenaran tidak bisa datang dari kiri. Tetapi bukan saja dari kiri, dari tengah, dari belakang, dari atas dan dari bawah juga bisa. Yang namanya kebenaran, darimana pun datangnya, dari pantat kambing juga tetap saja bernama kebenaran.

SESEORANG:
Jadi dari kiri juga bisa?

DALANG:
Siapa bilang tidak! Bisa saja! Apalagi karena aku dalang kidal. Tangan kanan buatku bukan tangan kebenaran dan tangan keadilan, tapi tangan tambahan untuk ngorek-ngorek upil dan cebok. Yang utama itu tangan kiri. Kalau aku keluarkan para kesatria pembela kebenaran dari kanan, belum apa-apa dia sudah dibetot oleh wayang yang datang dari tangan kiri.

(Memainkan Wayang. Nampak Bayangannya Di Layar)

Aku paksa-paksain juga supaya yang kanan menang, tapi sampai tanganku patah kalah juga akhirnya. Sampai-sampai aku terpaksa nyogok dan pakai tangan orang lain, baru menang. Kalau terus-terusan begitu aku bisa bangkrut. Makanya aku jadi nekat. Mengikuti kodratku sebatgai dalang kidal, akhirnya aku keluarkan para pahlawan kebenaran dan keadilan dari kiri. Waduh, begitu muncul raksasa dari kanan, langsung aku betot, aku gebrak, aku tendang semuanya tunggang langgang masuk neraka.

(Memainkan Wayang Menghajar Wayang Dari Kanan Lalu Ketawa)

Tapi apa lacur, meskipun para ksatria pembela kebenaranku menang, para penonton yang sudah dicekoki bahwa kebenaran itu ada dan datang dari kanan, marah. Mereka ngamuk. Kiri tidak boleh menang. Aku kontan diberangus!

DARI JENDELA LAYAR MUNCUL DUA ORANG BERTOPENG DAN MENYERGAP DALANG

DALANG:
Ampun! Ampun!

JENDRAL DAN AJUDANNYA DATANG SAMBIL BERTERIAK-TERIAK. DIALOGNYA SAMA SAJA DENGAN APA YANG SEBELUMNYA DIUCAPKAN. MEREKA BERUSAHA MEMBANTU DALANG LEPAS DARI CENGKERAMAN PENONTON YANG NGAMUK ITU. TERDENGAR SUARA TERIAKAN.

SUARA:
Indonesia! Indonesia!

(Ki dalang berhasil dilepaskan dan jatuh. Jendral dan ajudannya menarik ki dalang pergi. Orang bertopeng menutup jendela layar)

Indonesia!

ORANG YANG TADI BICARA DALAM TIDURNYA ITU TERBANGUN. NAMPAK BAYANGANNYA DI LAYAR.

SESEORANG:
Siapa itu?

(Bergerak Menghampiri Layar)

Siapa itu?

(Memandang Ke Sekeliling)

Siapa itu?

DALANG BERGANTI PERAN DAN MEMAINKAN PERAN HANSIP PENJAGA MALAM

HANSIP:
Nggak ada siapa-sapa, Pak.

SESEORANG:
Tapi tadi ada yang berteriak memanggil kok.

HANSIP:
Nggak ada.

SESEORANG:
Masak. Keras sekali kok. Indonesia! Indonesia! Begitu. Siapa itu?

HANSIP:
Anggak ada.

SESEORANG:
Masak nggak ada

HANSIP:
Nggak ada.

SESEORANG:
Kalau nggak ada kenapa aku dengar Indonesia, Indonesia! Begitu?

HANSIP:
Panjenengan pasti ngelindur.

SESEORANG:
Nggak mungkin. Berteriak kok. Jelas banget.

DALANG:
Bapak aja kali yang over sensitif

SESEORANG;
Jadi nggak ada?

DALANG:
Ya nggak ada. Masak sih ada orang bengok-bengok tengah malam begini. Orang gila juga perlu tidur. Yang bener aja, ngapain manggil-manggil hari gini, enakan juga kelonan sama istri.

SESEORANG:
Aneh. Aku dengar jelas-sekali. Indonesia! Indonesia! Masak nggak ada. Mana mungkin aku bisa mendengar kalau tak ada yang manggil

DALANG:
Makanya nggak ada.

SESEORANG:
Aneh kok aku bisa denger kalau nggak ada manggil. Nanti aku yang manggil nggak ada yang dengar. Nggak ada ya?

DALANG:
Nggak ada! Kok keras kepala juga!

SESEORANG:
Aneh. Semuanya serba aneh sekarang. Mendengar tapi tidak ada yang manggil. Nanti aku manggil tidak ada yang dengar. Serba terbalik-balik semuanya sekarang. Sudah gila semuanya. Nggak ada lagi yang bisa dipercaya. Putar balik semua. Bingung aku kalau begini. Macem-macem aja.

DUDUK LAGI DI TEMPATNYA


TIGA


DI SEBELAH KANAN PANGGUNG BERDIRI SESEORANG. DALANG SEKARANG SUDAH GANTI PERAN MENJADI MUNIR.

MUNIR:
Pak! Pak! Aku yang sudah memanggil Bapak.

SESEORANG (terkejut dan berdiri lalu menoleh ke layar. Di layar nampak slide gambar munir. Ia terpesona tak percaya)
Kamu?

MUNIR:
Ya aku.

SESEORANG:
Kenapa kamu memanggil aku malam-malam begini?

MUNIR:
Habis aku gerah Pak. Di mana-mana ada ketidakadilan. Di mana-mana berserakan ketidakbenaran. Di mana-mahna rakyat ditindas semena-mena. Penguasa sudah merajalela, menindas rakyat yang memiliki negeri ini. Harusnya mereka menjadi abdi, tapi malah mereka yang kenyang sendiri, memperbudak dan menjahanami rakyat. Di mana letak kebenaran. Di mana letak demokrasi. Mana itu kerakyatan dan keadilan sosial serta peri kemanusiaan yang digembar-gemborkan.

SESEORANG:
Jadi kamu mau protes?

MUNIR:
Protes sekaligus memberitahukan bahwa sekarang bukan waktunya tidur. Semua orang harus bangun dan melihat segala kecurangan, ketimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan ini. Tidak boleh ada dispensasi. Rakyat sudah terlalu menderita, nanti mereka bisa melawan bersama seperti Korawa dan Pandawa dalam Perang Bharatayudha..

SESEORANG:
Tapi semua orang juga bilang sudah begitu.

MUNIR:
Memang harus diteriakan terus. Terus tidak boleh berhenti! Justru ketika tidak ada harapan lagi, kita harus terus berjuang melawan kebathilan! Kita harus terus mengobarkan perlawanan anti kepada korupsi yang sekarang sudah diterima sebagai budaya, sebagai kiat, bahkan diajarkan bagaimana cara melakukan korupsi sebagai pengetahuan. Kita harus melawan penyalahgunaan kekuasaan. Kita harus melawan kecurangan, bencana alam, demam berdarah, busung lapar, Money politik, kemerosotan pendidikan, kehancuran rohani, kebangkrutan pada kebangsaan dan solidaritas. Kita harus menghentikan perbuatan sewenang-wenang yang kebablasan mau merdeka seenak perut sendiri.

SESEORANG:
Aku kira kita semua setuju melakukan itu.

MUNIR:
Tidak boleh hanya setuju, harus ikut menyerbu! Bersuara dan melawan!  Semuanya harus menyerang.. Kita harus berkomplot menjadi kekuatan raksasa untuk menaklukkan ketidakadilan. Kemanusiaan sudah rendah sekali martabatnya di negeri ini. Nyawa manusia terlalu murah. Kita sudah bangkrut sebagai mahluk beradab. Para pemimpin tidak bisa dipercayai. Para intelektual berkhianat. Semua oprang mencari enak perutnya sendiri. Hukum  sudah kalah. Pembunuhan spiritual setiap hari berlangsung dengan keji. Pendidikan merosot. Anak-anak memble, kena narkoba dan keblinger. Negeri ini dalam keadaan kritis. Tolong!

SESEORANG:
Jadi kamu memanggilku untuk mengatakan itu?

MUNIR:
Ya. Tapi itu 30 tahun yang lalu.

SESEORANG:
Apa?

MUNIR:
Aku memanggilmu 30 tahun yang lalu! Kenapa kamu baru mendengar dan membuka pintu setelah aku dibunuh dan seluruh keluargaku dibungkam habis-habisan?

SESEORANG:
Tigapuluh tahun yang lalu?

MUNIR:
Ya tiga puluh tahun. Kenapa kamu baru membuka pintu sekarang setelah mereka membunuhku dengan keji. Setelah sekarang aku menjadi tulang belulang. Anak istriku tidak bisa lagi bercanda denganku. Kenapa kamu baru menyahut setelah aku musnah ditelan oleh kebengisan sejarah? Kenapa? Kenapa! Ke mana saja kamu selama 30 tahun ini? Apa kamu tidak punya telinga, tidak punya perasaan atau tidak punya nyali Indonesia?

MENJAUH SUARANYA SEMAKIN TIDAK JELAS. LAYAR MEMBELIT SESEORANG

SESEORANG:
Ya Tuhan aku tidak tahu! Ke mana saja aku selama tigapuluh tahun ini. Kenapa aku tidak bisa mendengar. Kenapa aku tidak bisa melihat. Kenapa aku mendem. Mungkin aku terlalu sibuk bekerja

MUNIR:
Brengsek! Itu bukan alasan! Selamat tinggal Indonesia!

SESEORANG:
Hee, heeee! Kembali, kembali!

(MENGAMBIL TEPI LAYAR DI BAGIAN TENGAHDAN KEMUDIAN MENARIKNYA SAMPAI KE BIBIR PANGGUNG SAMBIL BERTERIAK MEMANGGIL)

kembali! Aku dengar kamu Aku lihat kamu sekarang! Jangan pergi. Aku dengar apa yang akan kamu katakan! Aku akan tolong kamu, jangan pergi!

MUNIR TELAH KABUR. LAMPU DI KOLONG PANGGUNGMENYHALA. NAMPAK TUBUH MARSINAH TERKAPAR. KEMUDIAN TERDENGAR SUARA TELEPON. KRINGGGGGG. SESEORANG ITU LALU BINGUNG MENCARI TELEPON. BEBERAPA ORANG BERLARIAN KEBINGUNGAN. SESEORANG PANIK MENCARI TELEPON YANG TERUS MEMEKIK-MEKIK. AKHIRNYA ADA YANG MEMBERIKAN GAGANG TELEPON RAKSASA. SESEORANG MENJAWAB TELEPON RAKSASA ITU

SESEORANG:
Hallo

MARSINAH BANGKIT DENGAN SUSAH-PAYAH MUNCUL DARI BAGIAN BAWAH PANGGUNG MEMAKAI PAKAIAN HITAM-HITAM. IA BERBICARA KE ARAH PENONTON.

SESEORANG:
Hallo. Ini siapa? Siapa ini?

MARSINAH:
Ini aku Mas

SESEORANG:
Aku siapa?

MARSINAH:
Aku bojomu.

DALANG KEMBALI INTERVENSI

DALANG:
(NYELETUK) Nah lhu!

SESEORANG:
Kamu?

MARSINAH:
Ya

SESEORANG:
Kamu Nirmala Bonar?

MARSINAH:
Bukan.

SESEORANG:
Siapa?

DALANG:
Yang satunya lagi kali. Yang nomor sembilan.

SESEORANG:
Kamu Khaerusina?

MARSINAH:
Bukan Mas

PW:
Siapa dong?

DALANG:
Bagaimana kalau diurut dari yang nomor satu.

SESEORANG:
Siapa kamu? Siapa?

MARSINAH:
Aku Marsinah Mas.

DALANG:
(nyambar) Wee Marsinah, kok masih hidup juga.

SESEORANG:
Marsinah?

MARSINAH:
Ya Mas.

SESEORANG:
Marsinah buruh pabrik yang dibunuh waktu memperjuangkan nasib kaumnya itu?

MARSINAH:
Bukan. Aku Marsinah yang lain.

SESEORANG:
Emang ada berapa orang Marsinah.

MARSINAH:
Banyak sekali Mas. Aku hanya salah satunya.

SESEORANG:
Kamu juga buruh pabrik.

MARSINAH:
Bukan Mas. Bukan hanya buruh pabrik yang menderita. Semua perempuan juga menderita Mas. Aku ini ibu rumah tangga. Tapi aku juga berjuang seperti laki-laki Mas, hanya saja tidak kelihatan karena tempatku hanya di dapur dan tempat tidur. Kalau bukan aku, siapa yang mengurus duabelas anak yang pati-crecel tiap tahun membutuhkan pendidikan itu. Karena mereka bukan hanya perlu makan tapi pendidikan. Kalau dibiarkan, pasti televisi, film, buku-buku cabul dan narkoba itu berkuasa, semuanya akan menjadi bandit seperti bapaknya.

SESEORANG:
Bapaknya bandit?

DALANG:
Bukannya dia wakil rakyat?

MARSINAH:
Itu dia. Aku gerah Mas. Aku kira aku mengabdi, setia sampai mati, tak peduli dimadu dan disakiti, karena suamiku berbakti kepada negara. Para pahlawan yang berjuang kan perlu hiburan. Siapa lagi yang harus menyayanginya kalau bukan istri. Eh nggak tahunya, pengorbanan dan kesetiaanku malah disalahdunakan. Dia pikir itu semua memang kewajiban perempuan. Tiba-tiba aku diusir Mas. Aku nggak mau, karena aku tak sampai hati melihat anak-anak jadi tak punya ibu-bapa. Jadi aku bertahan, bukan untuk aku sendiri, tapi anak-anak.

DALANG:
Makanya jangan jadi orang bodo! Terus?

SESEORANG:
Hee, siapa itu, jangan ganggu terus. Ini ada interlokal.

MARSINAH:
Terus dia menyewa pembunuh bayaran Mas. Malam-malam aku disuruh ke Bogor menyelamatkan dokumen rahasia. Tapi di jalan tol aku ditarik keluar lalu rame-rame digagahi. Termasuk sopir taksi jahanam itu malah naik dua kali. Aku melawan tapi kemudian aku dipukuli sampai hancur. Tubuhku dilemparkan ke tengah jalan, lalu sebuah truk kontainer menabrakku sampai gepeng ke atas tanah. Mereka masih sempat merokok mengawasi kalau-kalau aku bergerak-gerak lagi. Setelah itu mereka bagi-bagi uang lalu pergi.

SESEORANG:
Jadi kamu dibunuh.

MARSINAH:
Ya. Tubuhku sudah dingin dan gepeng lima jam yang lalu. Tak ada yang peduli. Karena apa artinya seorang perempuan kalau wajahnya sudah tidak karuan lagi. Tolong Mas. Tolong aku Mas. Tolong Mas! (MENJERIT DAN KEMUDIAN JATUH BERLUTUT)

SESEORANG MENCOBA MENOLONGNYA, TETAPI MEREKA BAGAI DUA SOSOK DI DUNIA YANG BERBEDA. TAK TERJADI PERSENTUHAN.

SESEORANG:
Halloo…. Haloooo!! Bertahan, bertahan Marsinah! Aku datang! Aku akan datang. Bertahan!

MARSINAH MENJERIT. SESEORANG KEBINGUNGAN, MAU MENOLONG TAPI TIDAK TAHU BAGAIMANA CARANYA. IA MEMUKUL-MUKULKAN TELEPON RAKSASA ITU KE LANTAI. SEPERTI HENDAK MENGUSIR MALAPETAKA ITU. MARSINAH MENANGIS DAN MENJERIT.

SESEORANG:
Bertahan! Bertahan!

TIBA-TIBA TERDENGAR JERIT KERAS PEREMPUAN YANG LEBIH KERAS DARI DALAM LAYAR. LAYAR BERGOLAK. KEMUDIAN DARI  DALAM LAYAR MENEROBOS KELUAR SOSOK PEREMPUAN. IA MEMAKAI PAKAIAN PUTIH-PUTIH DIKEJAR OLEH SEROMBONGAN LAKI-LAKI YANG HENDAK MEMPERKOSANYA. SELANJUTNYA KITA SEBUT IA KORBAN. KORBAN TERJATUH. PARA LELAKI ITU HENDAK MENYERGAPNYA. MARSINAH BERDIRI DAN MENARIK PEREMPUAN ITU AGAR BISA MENYELAMATKAN DIRI. TETAPI PARA LELAKI ITU KEMUDIAN MERINGKUS KEDUANYA. DALANG MUNCUL DAN MENARIK MARSINAH DARI SEKAPAN. MARSINAH DITARIK DAN DIUNGSIKAN. SESEORANG IKUT MEMBANTU DALANG MENGUSIR PARA PEMERKOSA ITU. PARA LELAKI ITU BERHASIL DIUSIR. TINGGAL PEREMPUAN ITU TERKAPAR TAK BERDAYA DENGAN TANGISNYA. KETIKA DALANG MENDEKAT HENDAK MEMERIKSA, IA MENJERIT. DALANG TETRPAKSA MENJAUH.

DALANG:
Tidak, tidak, aku tidak akan memperkosa, aku diabet kok.

KORBAN TERUS MENANGIS DAN MERANGKAK KE BELAKANG DENGAN KETAKUTAN SAMBIL MENUNJUK-NUNJUK DALANG. MARSINAH MUNCUL DARI BELAKANG LAYAR MEMBANTU KORBAN ITU BERDIRI.

DALANG:
Inilah kenyataan di depan mata kita sekarang setiap hari. Kaum perempuan disiksa ditindas dijahanami. Keadilan diinjak-injak atas nama kebenaran. Tapi waktu kita bertindak mau menolong, malah kita yang dituduh sebagai biang kerok. Bingung aku sekarang. Coba pikir

JENDRAL MUNCUL MEMBERIN ISYARAT AGAR DALANG PERGI. TAPI DIA TERUS BICARA.

DALANG:
Sebentar-sebentar aku lagi curhat ini. Begitu lho selalu, kita yang bermaksud baik-maik malah dituduh sebagai

JENDRAL MENEDEKATI DALANG DAN BERBISIK.

JENDRAL:
Maaf Pak, ini dramanya sudah mulai, Bapak jangan ngerecokin terus

DALANG TERKEJUT

DALANG:
Lho ini drama to?

JENDRAL:
Iya! Memang apa?

DALANG:
Kok nggak kerasa ya?

JENDRAL:
Lho itu lihat lampu-lampunya, itu yang pada duduk di situ (MENUNJUK) penonton semuanya. Ayo nanti dimarahin orang banyak.

DALANG:
Lha ini perempuannya masih nangis

JENDRAL:
Udah biarin aja, itu kan akting!

DALANG:
Jadi kita sedang ada dalam drama?

JENDRAL:
Lho iya  kan?

DALANG:
Nanggung ah! Saudara-saudara kita  sudah di puncaknya, belum lagi deraan tsunami yang menghamtam ujung utara pulau Simatera,

JENDRAL:
Ah Dalang goblok! Tak potong sekali lagi baru tahu rasa! (JENDRAL NGOBOK DAN MENYERET DALANG KELUAR DARI AREN PERMAINAN)




EMPAT


BAGIAN VISUAL

KORBAN  SUDAH BERDIRI DI DEPAN LAYAR. IA MEMAKAI MAHKOTA. SINAR PUTIH SLIDE KOSONG DARI DEPAN MENIMPA WAJAHNYA. IA MEM IKUL SEBUAH GULUNGAN PUTIH. DI BELAKANG KORBAN ADA  MARSINAH BAGAIKAN-BAYANG-BAYANGNYA MEMBANTU GERAKAN-GERAKANNYA.  KORBAN BERGERAK PERLAHAN-LAHAN KE DEPAN MENYONGSONG KEHIDUPAN DENGAN SELURUH BEBAN YANG SUDAH MENDERA HIDUPNYA DIKUNTUT OLEH BAYANG-BAYANG MARSINAH.

LAMPU ULTRA MENYALA MENIMPA BAGIAN ATAS LAYAR. LAYAR BERGERAK-GERAK LAGI. DARI ARAH LAMPU SLIDE, PARA LELAKI YANG TADI MEMPERKOSA MUNCUL. DI LAYAR BESAR NAMPAK BAYANG-BAYANG PARA LELAKI ITU MENDEKATI SOSOK PEREMPUAN.

  1. SOSOK PEREMPUAN MENGANTAR PARA LELAKI KEPADA PERSOALAN. MEREKA MENEMUKAN SEGULUNGAN TALI BESAR.
  2. SAL:AH SEORANG MENJADI PEMIM PIN DAN BERUSAHA UNTUK MENGAM BIL P{IM PINAN/TANGGUNGJAWAB TERHADAP TALI. TAPID IA SENDIRI DIBELIT TALI.
  3. TOKOH PEREMPUAN MENGHIBUR, MENJEBLOSKAN, MENDORONG AGAR PEMIMPIN TERUS BERJUANTG DNEGAN TALI.
  4. ORANG BANYAK MENOLONG PEM IM:PIN KELUAR DARI BELITAN TALI, TAPI SEKALIGUS JUGA HENDAK MEMBERANGUSNYA.
  5. PEMIMPIN TERBELIT TALI. BANDOT, BONEKA BESAR MULAI BERGERAK DIHIDUPKAN OLEH SEMUA ORANG, LALU MENYAPA PEMIMPIN DAN MENDERANYA,
  6. PEMIM PIN NASUK DALAM PERMIANAN YANG DUBUAT OLEH BANDOT. DIA BERFUSAHA MELEPASKAN DAN MEMBEBASKAN DIRI. BANDOT BERHASIL DITUSUKNYA.
  7. BANDOT HANYA PURA0PURA MENYERAH, BEGITU LENGAH BERSAMA TOKOH PEREMPUAN DIA MENGHAJAR PEMIMPIN. PEMIMPIN BERHASIL DITUMBANGKAN.
  8. BANDOT KONTAK BADAN DENGAN PEREMPUAN. TAPI PEREMNPUAN KEMUDIAN MERINGKUS BANDOT.
  9. BANDOT NGAMUK TAPI BERHASIL DIJINAKKAN OLEH SALAH SEORANG, LALU DIBARINGKAN DI PANGKUAN PEREMPUAN/KORBAN.  PEREMPUAN MENGELUS BANDOT SUPAYA TENANG TIDUR DI PANGKUANNYA.

LAYAR BERSAR BERGERAK-GERAK...


LIMA


ESEI KORUPSI

SAM BIL MEMANGKU KEPALA BANDOT, KORBAN MENANGIS. DALANG KELUAR MEMERANKAN PERAN SEORANG KORUPTOR DENGAN MENYERET PULUHAN KOTAK-KOTAK DARI SAMPING PANGGUNG. DARI BAWAH PANGGUNG, SESEORANG JUGA IKUT MELEMPARKAN KOTAK-KOTAK KE PANGGUNG. DALANG MENYUSUN KOTAK-KOTAK ITU MENJADI SEPERTI PIRAMID. KOTAK-KOTAK TERUS DILEMPARKAN.

DALANG:
Cukup, cukup, ini sudah lebih untuk tujuh turunan !

KEMUDIAN BERBICARA KE PADA PENONTON, KONTAK LANGSUNG DAN MEMBAWAKAN ESEI KORUPSI.

DALANG:
Terimakasih korupsi. Aku begitu mencintaimu. Kau adalah bagian dari takdirku. Hidupku tak akan terang-benderang dengan puluhan rembulan, tanpa korupsi. Siangku tidak akan sejuk walau matahari mengigit dengan ganas di seluruh permukaan bumi, tanpa pertolonganmu Kau adalah badai perubahan yang paling radikal, yang menyelamatkan kecoak bengek ini, tampil bergengsi sebagai manusia kelas satu.

KORBAN MENANGISN TERISAK-ISAK. DALANG MENDEKATI.

DALANG:
Ada apa sayang? Untuk apa menangis.Aku berhasil merebut jabatan, kehormatan, harga diri dan kini kapling penting di dalam buku sejarah yang sudah menunggu, tak sabar untuk mengukir namaku dengan tinta emas. Aku akan abadi bersama para pemenang hadiah nobel dan tonggak-tonggak sejarah seperti Lodewijk ke XIV dengan Maria Antaoinette yang dipancung dalam Revolusi Prancis. Untuk itu aku ingin mewariskan sebuah buku putih guna menuntun generasi muda memenangkan masa depan yang akan dipajang sebagai best seller di hampir semua toko buku di seluruh kawasan Nusantara.

KORBAN MENANGIS SEMAKIN KERAS.

DALANG:
Tangis bombai itu perlu, karena hanya dengan menangis kita lantas bisa menikmati apa arti ketawa. Ha-ha-ha, kenapa aku tertawa? Aku tertawa, karena hukum tak sanggup merobek kulit perutku agar melihat seluruh tahiku. Para penegak keadilan hanya berkicau, kacau oleh khayalan-khayalan mereka sendiri. Semua megap-megap, mengapung-apung bingung antara harapan mereka dan kenyataan di dalam realita. Imajinasi mereka terkecoh menubruk lubang hitam lalu rancu antara prasangka dan fakta yang sudah  bersalsa ria dengan gila. Mereka hanya bersenjata slogan-slogan ompong.

MUNCUL JENDRAL MENGGEBRAK.

JENDRAL:
Nah ini dia biang korupsinya. Koruptor tengik! Kutil! Lintah masyarakat! Tangkap orang ini. Dia sudah makan uang rakyat. Seret ke kelapngan tembak, langsung eksekusi sampai mati, supaya rakyat bebas dari korupsi! Sita harta berdanya!

AJUDANNYA MUNCUL LANGSUNG MENGANGKUT KARDUS-KARDUS ITU. MEREKA SIAP HENDAK MEMBAWANYA PERGI. TAPI KEMUDIAN DALANG MENYERAKKAN DUIT KE ARAHNYA. BEGITU DISIRAM DUIT KEDUANYA TERTEGUN. JENDRAL MENGELUARKAN PERINTA BARU.

JENDRAL:
Oke, tenang, sabar,  tunggu dulu kita tidak boleh buru-buru. Menuduh tanpa punya bukti itu fitnah. Ini negara hukum tidak bisa main hakim sendiri. Demokrasi tidak bisa tumbuh tanpa hak azasi! Ayo cari bukti! (PERGI SAMBIL NGANTONGIN DUIT)

DALANG:
(KETAWA)
Yang mereka lakukan hanya menghujat dan onani. Tak seorang pun yang berhasil mengumpulkan bukti. Mereka hanya  penyanyi-penyanyi seriosa yang membuka mulut lebar-lebar sambil menutup mata sementara telinga buntet. Tak sadar lalat sudah ribuan masuk ke dalam perut mereka sendiri. Mereka bersemadi dan lupa diri, tak tahu apa yang mesti lebih dahulu diperbaiki  kalau ingin membuat hidup sejati. Pada dasarnya mereka semua sudah lari sehingga kita tidak perlu susah-payah memenangkan perang karena mereka sudah bunuh diri.

SESEORANG MUNCUL DAN MARAH

SESEORANG:
Siapa bilang semua sudah lari? Aku tidak lari. Aku tetap ada di sini untuk mempertahankan keadilan dan kebenaran sampai titik darah yang penghabisan!


Keadilan dan kebenaran ramai dibicarakan untuk ditegakkan, tetapi semua itu selalu berakhir sebagai eforia gila-gilaan. Di ujung-ujungnya semua orang mabok dan menyangka sudah sampai ke tujuan. Bahkan waktu mendusin pun, mereka tetap masih percaya bahwa mereka sudah mengubah sejarah, lalu minta persen atas seluruh jerih-payah. Kursi diperebutkan, karena jabatan berarti kekuasaan. Kekuasaan berarti jaminan kemapanan. Kemapanan jelas adalah kunci kemakmuran untuk keturunan mereka tujuh turunan.
            Tai kucing! Memang brengsek! Tetapi puji syukur kepada Tuhan Seru Sekalian Alam, karena di atas semua itulah korupsi memberiku tahta, sehingga jalan menjadi licin. Tak perlu mengeluarkan keringat, cukup menaburkan bayang-bayang uang, maka semua tembok pertahanan kontan jebol. Semua departemen termasuk Departemen Agama sudah menjadi sarang. Lembaga-lembaga terhormat sampai kepada KPU kita jadikan sekutu. Para pemimpin dari tingkat kutu sampai orang nomor satu, sudah dibina agar percaya bahwa korupsi, sayangku, kau bukan untuk manusia sembarangan.
Untuk mampu korupsi tak memerlukan bakat tapi ketrampilan, kegesitan, pelatihan, kejelian, keberanian, kecerdasan dan dignity. Kau bukan makanan orang bodoh. Kau memerlukan manusia berkelas yang terpilih. Kau adalah sebuah kiat, sebuah upaya, kelihaian, keberanian, perhitungan, kejelian. Korupsi bukan manusia, bukan mahluk, bukan benda kasat mata yang bisa dihabisi dengan bazooka. Kau tak kelihatan, kau tidak mungkin ditangkap dan dimatikan. Kau berada di dalam lubuk hati dan pikiran seperti sebuah idiologi dan keyakinan. Kau sebuah ilmu khusus dan dengan satu kata korupsi adalah adalah sebuah kreasi.
Biar seribu peraturan dikeluarkan. Biar sejuta lembaga pemangkas diciptakan. Biar pasukan-pasukan dari segala unsur dengan Kepala Negara sebagai panglima yang langsung memegang picu senjata, diancamkan. Tak perlu gentar. Biar ratusan, ribuan bahkan jutaan di antara kita diseret ke pengadilan, dijatuhi sanksi keji bahkan dieksekusi tembak mati, kita tidak akan menyerah apalagi kalah. Tanpa transformasi budaya yang dimulai dengan genjotan pendidikan humaniora dari tingkat TK, kita akan tetap ada, berkuasa dan adijaya. Patah tumbuh hilang tambah sulit diganyang. Habis gelap kita tambah mantap.
Yaaaaak. Biarkan mereka semua berteriak-teriak histeris, bahwa korupsi bukan budaya tetapi hanya perilaku sesat oknum. Biarkan mereka bunuh diri dengan menghibur diri sekaligus menutupi kecurangan sendiri, bahwa korupsi adalah kekhilafan dari orang-orang yang teler karena salah membuat interpretasi. Biarkan mereka terus berkoar bahwa korupsi adalah kesesatan dari orang-orang lemah yang hilang akal dan terkecoh setan memilih jalan pintas. Biar mereka yakin, kita adalah orang-orang bodoh, karena justru di atas keterkecohan mereka kita lebih cepat merebut kembali tahta.
 Biarkan mereka tertawa lebar seperti Niwatakawaca. Memproklamirkan bahwa sebagian besar manusia jiwanya masih luhur, moralnya masih utuh. Karena itu akan tambah mendekatkan mereka pada keruntuhan. Ketika mabok menang mereka pasti akan alpa dan menggali liang lahatnya sendiri.


JENDRAL MUNCUL KEMBALI DENGAN AJUDANNYA MEMBAWA SEABREK BUKTI.

JENDRAL:
(MENGGEBRAK DAN MAU BICARA KASAT) Nah ini dia ……………  (LANGSUNG DIHUJANI DENGAN SERAKAN DUIT SEHINGGA KONTAN TIDAK BISA BICARA DAN LANGSUNG MENGJAKA AJUDANNYA PERGI) Oke, tenang, sabar,  tunggu dulu kita tidak boleh buru-buru. Menuduh tanpa punya bukti itu fitnah. Ini negara hukum tidak bisa main hakim sendiri. Demokrasi tidak bisa tumbuh tanpa hak azasi! Ayo cari bukti! (PERGI SAMBIL NGANTONGIN DUIT)

DALANG:
(KETAWA) Ternyata duit tetap- kuasa! Lihat bagaimana para wartawan jatuh-bangun menguberku setiap hari melebihi selebriti. Di semua koran nasional apalagi lokal gambarku dipajang di halaman pertama. Akulah head line setiap minggu seperti lagu-lagu The Beatles di era 60-an yang selalu di puncak tangga lagu. Aku adalah idola. Televisi tidak tidak akan ditonton tanpa memejeng senyumanku yang meyakinkan bahwa negara sudah melakukan kesesatan mendakwa, karena yang salah sebenarnya orang lain. Aku hanya pecundang yang dikorbankan.
            Takut, cemas, was-was sudah jadi perasaan kuno Anak-istriku tidak perlu malu pada perbuatanku, karena kemaluan mereka sudah tertutup oleh keberlimpahan, rumah, tanah, mobil, duit dan segala kemudahan yang hanya menjadi mimpi-mimpi indah orang lain. Dan lebih dari itu, bagaimana mungkin keadilan, kebenaran, kesucian, kesempurnaan, kelayakan akan mampu muncul begitu monumental, kalau bukan karena kehadiranku. Itu semua jasa korupsi. Hanya hitam yang akan mampu membuat putih menjadi lebih putih. Hanya korupsi yang akan membuat orang kembali rindu kepada hari yang bersih. Hanya kejahatan yang telah berjasa menegakkan kebajikan dengan begitu perkasa, lebih dari segala-gala.


JENDRAL MUNCUL DANMMENGULANGI DENGAN KERAS APA YANG DIKATAKAN DALANG

JENDRAL:
Hanya hitam yang akan mampu membuat putih menjadi lebih putih. Hanya korupsi yang akan membuat orang kembali rindu kepada hari yang bersih. Hanya kejahatan yang telah berjasa menegakkan kebajikan dengan begitu perkasa, lebih dari segala-gala.


DALANG KETAWA NGAKAK

DALANG:
            Jadi inilah suaraku saudara, kesaksianku, provokasiku, doktrinku, semoga tetap tercatat dalam sejarah, di lubuk nurani setiap orang. Hanya kebejatan yang akan mampu menyucikan noda-noda yang belepotan di Indonesia. Hanya korupsi yang akan membuat bangsa dan negeri ini bangkit kembali untuk meyakini bahwa kebajikan, agama, hukum, kepatutan, kelayakan, keadilan dan kebenaran sudah diterbengkalaikan dengan sangat biadab. Karena itulah, hari ini mari semuanya mensyukuri korupsi.
            Horas korupsi! Mari semuanya korupsi!


PADA AKHIR DARI MONOLOG KORUPSI, DALANG DITELAH OLEH LAYAR.



LIMA



LAYAR BERGERAK MAJU KE DEPAN DAN HENDAK MENELAN BANDOT. SEBUAH SOSOK MENYELINAP KELUAR DARI BAWAH LAYAR, LALU MENGHIDUPKAN KEMBALI BANDOT. BONEKA BESAR ITU MENGAMUK MENYAPU KARDUS-KARDUS ITU KE BAWAH KOLONG. LAYAR MEMBENTUK LORONG DAN MENELAN BANDOT. SELANJUTNYA PERMAINAN BAYANGAN BANDOT DI LAYAR BESAR YANG DIHAJAR OLEH BAYANG-BAYANG RAKSASA.  BANDOT GUGUR KEMUDIAN KELUAR LAGI DIGORONG BERSAMA-SAMA.

SESEORANG MUNCUL KEMBALI DAN MENGELU-ELUKAN BANDOT YANG DIGOTONG. IA MEMEGANG KEPALA BANDOT DAN IKUT MEMBOPONGNYA KEMUDIAN MENGUCAPKAN DUKA.

SESEORANG:
Seorang Jendral telah meninggal di dalam pertempuran. Seluruh barisan kontan berhenti bergerak. Para prajutit tak punya semangat lagi untuk meneruskan perjuangan. Semangat mereka mati angin. Semuanya lemas, tak mampu bergerak lagi seakan-akan nyawa mereka sendiri yang tertebas. Seluruh perjuangan lumpuh oleh duka yang maha dalam. Semuanya merintih. Tuhan Seru Sekalian Alam, mengapa Kau ambil jiwa yang sudah memimpin kami berjuang menghadapi segala macam bencana ini. Tidak cukupkah darah kami mengalir untuk membasahi bumi ini agar kami bisa keluar drai kemelut yang tidak habis-habisnya ini. Mengapa Kau terfus saja membangun pyramid mayat dan menyengsarakan kami yang telah ratusan tahun ditindas. Kau biarkan kami diadu-domba, difitnah, dipecah-belah dan diburu seperti binatang. Kami buarkan kami bunuh-buhan sendiri. Wabah penyakit, bencana alam, bom dan  tsunami Kau biarkan saja menusuk seluruwajah kami sehingga perempuan, anak-anak kecil, orang-orang tua yang tak berdosa mengambang kaku dan busuk di depan mata kami setiap hari. Dan Kau selalu bilang bahwa itu adalah pengorbanan, perjuangan tidak boleh putus oleh kekalahan, demi masa depan yang gemah ripah loh jinawai. Kalau memang benar masa depan itu ada dan akan Kau berikan tidak saja kepada mereka yang adijaya itu, tetapi juga kami yang sudah lama pantas menerimanya, kami mau itu terjadi bukan nanti, bukan nanti di dalam mimpi=-m imp[I terus, tetapi sekarang. Bukan hanya anak-cucu, kami juga berhak menikmaytinya sekarang. Bukan nanti tepai sekarang, sekarang, sekarang!

SEMUANYA IKUT MENGAUM,.

SEMUA:
Sekarang! Sekarang! Sekarang!

TERDENGAR SUARA DENTUMAN KERAS. JENDRAL DAN AJUDANNYA MUNCUL. IA MENGULANGI  LAGI APA YANG DIKATAKANNYA .

JENDRAL:
Brengsek! Konyol! Pemalas! Bodo kebo! Dasar pribumi! Gelo sia! (BERLARI MENDEKATI LAYAR SAMBIL MEMUKUL DENGAN PECUTNYA) Begitu saja tidak becus! Mengangkat kardus seperti mengangkat langit. Semprul! Ayo jangan  digondeli. Kerja bukan cari untung! Angkat! Dasar budak! Gotong-royong! Maunya kok menelan. Dasar kemaruk! Otak udang! Angkat bangsat! Kuntilanak. (MEMAKI-MAKI KOTOR)

(KEPADA PENONTON)

Lihat sendiri ini negeri kacau. Manusia-manusia tidak memenuhi syarat. Begini mau merdeka? Berdiri saja tidak bisa. Ini mau mendirikan negara Tahi kerbau! Nggak usah merdeka, belajar jadi budak dulu!


SESEORANG DAN YANG LAIN-LAIN TERKEJUT. MEREKA BERHENTI MENJERIT, LALU MEMANDANGI JENDRAL DAN AJUDANNYA DENGANN TAKJUB, SEAKAN-AKAN TAK PERCAYA  APA YANG DILIHATNYA.

SESEORANG:
Jendral!

JENDRAL BERHENTI  BICARA DAN MENOLEH

SESEOREANG:
(GEMBIRA SEKALI) Jendral!

SEMUA:
Jendral!

JENDRAL:
Apa?

SESEORANG:
Jendral! Jendral hidup lagi? Jendtral tidak jadi mati?

JENDRAL:
Aku bukan Jendral

SESEORANG:
Suaramu suara Jendral. Kumismu kumis Jendral. Kata-katamu kata-kata seorang jendral. Ya Tuhan Jendral hidup lagi.!

JENDRAL:
Siapa bilang aku mati?

SESEORANG:
(BERTERIAK) Ya Tuhan! Terimakasih! Ternyata Jendral maih hidup. Jendral masih di sini! Pemimpin kita sudah kembali! Jangan tinggalkan kami Jendral! Kembali Jendral!

SEMUA:
(BERTERIAK GEMBIRA) Jendral!

JENDRAL:
Edan ! Aku bukan Jendral!

SESEORANG:
Ya Tuhan, terimakasih! Jendral! Aku tahu kau tidak pernah pergi, kau tidak mungkin berkhianat! Pimpin kami lagi Jendral, berikan petunjuk-petunjukmu! Jendral!

SESEORANG LANGSUNG MELOMPAT DAN BERGERAK MENDEKATI JENDRAL UNTUK MEMELUK KAKINYA.

JENDRAL:
Aku bukan Jendral!

JENDRAL BERSAMA AJUDANNYA LARI KE ARAH YANG LAIN. TETAPI ORANG-ORANG ITU SEGERA MENCEGATNYA.

SEMUA:
Jendral!

JENDRAL BERBALIK HENDAK LARI. TAPI SEMUANYA MENANGKAP. JENDRAL DAN AJUDANNYA BERTERIAK.

JENDRAL:
Aku bukan  Jendral!

SEMUA:
Jendral!

SEMUA MEMELUK, MENYEMBAH, MENJILAT PANTAT JENDRAL.

JENDRAL:
Jangan menjilat pantatku! Aduh ini menggigit!

DENGAN SEKUAT TENAGA JENDRAL DAN AJUDAN NYA AKHIRNYA  BERHASIL MELARIKAN DIRI. SEMUANYA MAU MENGUBER, TAPI JENDRAL MENGACUNGKAN SENJATA.

JENDRAL:
Gila! Sudah, sudah, sudah! Brengsek! Memangnya aku homo dijilat-kilat. Kalau mau jilat jilat es lilinmu sendiri jangan jilat es lilinku. He! Awas, kalau berani mendekat aku tembak! Aku tembak mati kalau ada yang berani,tidak peduli siapa kamu! (BERBISIK PADA AJUDANNYA) Pelurunya masih ada kan?

AJUDAN:
Jangan keras-keras jendral nanti kedengaran.

JENDRAL:
Ingat tidak ada lagi yang main  jilat-jilaatan. Ini prinsip tahu?! Kalau membangkang aku tembak kepala kamu semua  sampai pecah.

SESEORANG:
Jangan Jendral, jangan tinggalkan kami jendral,  kami semua mencintamu!

JENDRAL:
Cinta apa!

AJUDAN:
Kalau cinta kok pakai menggigit. Gigit barang elhu sendiri jangan barang gua!

SESEORANG:
Bu,kan  hanya barang dan es lilimu yang akan kami jilat, batok kepalamu yang gundul itu kalau perlu akan kami emut. Tapi Jendral tidak mati bukan?

JENDRAL:
Siapa bilang aku mati.

SESEORANG:
Alhamdulilah, jadi betul. Kalau seorang jendral meninggal, berarti hanya jasadnya yang lenyap. Kematianmu, bukanlah kehilangan Jendral, tetapi Karunia. Tubuhmu boleh  hancur lebur menjadi tanah, tetapi kata-katamu, seluruh perintahmu tetap hidup bahkan semakin berkorban justru ketika kamu tidak hadir lagi bersama kami untuk mengangkat meriam yang semakin hari semakin berat ini, jiwamu, tenagamu, semangatmu, bertambah bergelora di jantung prajurit-prajuritmu yang brengsek ini! Setelah kau mati, kau lahir kembali setiap detik dalam sanubari kami. Sekarang setiap orang adalah jendral!

SEMUA:
Jendral!

JENDRAL:
Bangsat! Aku bukan jendral!

SESEORANG:
Semakin kamu mengaku bukan Jendral, semakin kamu adalah Jendral

SEMUA:
Jendral!

JENDRAL:
Diam! (KEPADA AJUDANNYA) Apa betul aku Jendral?

AJUDAN:
Ya sudah, kalau mereka maunya begitu, Jendral? Inggat fasilitasnya.

JENDRAL:
Edan. Kenapa aku baru tahu aku aku ini Jendral

SESEORANG
Jendral!

JENDRAL:
Jadi aku Jendral?

SESEORANG:
Betul!

JENDRAL:
Kalau begitu aku boleh dapat fasilitas dong seperti Wakil-Wakil Rakyat itu dong?

SESEORANG:
Itu sudah pasti.

JENDRAL:
Rumah mewah?

SESEORANG:
O gampang! Rumah mewah, mobil mewah, duit

AJUDAN:
Kawain lagi

SESEORANG
Boleh! Kawin setiap hari juga boleh!

JENDRAL:
Betul?

SESEORANG:
Betul tidak para prajurit?

SEMUA:
Betul!

JENDRAL:
Konsesi penebangan hutan ?

SESEORANG:
Ah itu ma biasa diatur.

AJUDAN :
Study banding ke luar negeri.

SESEORANG
Boleh setiap bulan berikut anak-istri dijamin!

JENDRAL:
Jaminan kesejahteraan seumur hidup?

SESEORANG:
Itu kecil!

JENDRAL:
Gaji naik?

SESEORANG:
Pasti! Tapi itu tahun depan!

JENDRAL:
Mana, mana buktinya?

SESEORANG:
Makanya jangan hanya melihat ke depan, Jendral. Lihat juga ke belakang! ( JENDRAL DAN AJUDAN MELIHAT KE BELAKANG. LAYAR BESAR DI BE:AKANG MEMBEMNTUK TEROWONGAN) Ladys and Gentelman This is show times!

SUARA DRUM GEMELETUK DAN KEMUDAN DENTUIMAN TERDENGAR SUARA SEORANG PENYANYI MEMBAWAKAN LAGU BLUES. SEORANG PENYANYI KELUAR MEMBAWA GITAR SAMBIL MENYANYI,  DIIRINGI OLEH
SEMBURAT CAHAYA GEMERLAPAN. LALU PARA PEREMPUAN MALAM YANG BEROPERASI DI JALANAN DENGAN PAKAIAN-PAKAIAN SERONOK. DI ANTARANYA TERMASUK MARSINAH, KORBAN DAN DALANG YANG MEMAKAI ROK DAN WIG. PANGGUNG BERUBAH MENJADI SUASANA JALANAN MALAM.  M EREKA MELENGGOK-LENGGOK MENGIKUTI SUARA LAGU. JENDRAL DAN AJUDAN TAK BISA MENHAN DIRINYA LALU MENARI. SEMUANYA KEMUDIAN IKUT MENARI-NARI TERMASUK SESEORANG).

SESEORANG:
(SESEORANG MULA-MULA MEMANCING YANG LAIN SUPAYA IKUT MENARI, SETELAH SEMUANYA MENARI, IA HANYA MENGGELENG-GELENGKAN MENYESALI) Lihat, lihat, di mana-mana di seantero dunia selalu sama begini. Selalu mengaku berjuang, selalu  mengaku suci, tetapi buktinya semuanya tidak lebih dari  kecoak-kecoak kelas teri. Apa gunanya kotbah moral, pendidikan, kesantunan jiwa, agar anak2 itu menjadi anak-anak bangsa di kemudian hari, kalau di belakang layar menghina kesucian janji  seperti ini. Mengapa malam-malam begini, perempuan-perempuan itu masih gentayangan di jalanan. Mengapa mereka tidak tinggal di dalam rumah bersama kita untguk merawat, mendidik dan menidurkan anak-anak yang haus kasih-sayang. Mengapa mereka liar di jalanan mau menyergap apa saja, seperti hewan-hewan yang lapar, mengapa mereka jadi biadab

DALANG :
(MELEMPAR DAN MEMBEMNTGAK SESEORANG) He bangsat! Kamu ngerasani ya !

PEREMPUAN
Heii Tuhan, kamu ngerasani aku ya !!!

SESEORANG :
Aku bukan Tuhan!

PEREMPUAN:
Jangan mungkir!

SESEORANG:
Lho betul, aku bukan Tuhan!

DALANG:
Jangan bohong ember!

PEREMPUAN-PEREMPUAN ITU NGUMPUL DAN MELEMPARI SESEORANG.

SESEORANG:
Stop, setop, setop! Sumpah aku bukan Tuhan, kalian salah alamat!

PEREMPUAN:
Ah brengsek! (MELUDAH) Pakai mungkir segala. Tuhan kok bersilat lidah!

SESEORANG.
Sumpah aku bukan Tuhan!

DALANG :
He.. he ….. awas jangan me3ngobral sumpah, nanti kamu kualat!

PEREMPUAN (MARSINAH):
Hei.. Tuhan  !! Aku tahu kau telah ngincer aku, kau mau masukkan aku ke dalam daftar hitam orang yang bakal masuk neraka. Tapi aku nggak takutttttt !!!!!!

PEREMPUAN (KORBAN):
Aku juga nggak peduli !!!

DALANG:
Istilah takut itu sudah kuno! Ngapaian mesti takut! Mentang-mentang kamu Tuhan ?

SESEORANG :
Ya Tuhan, aku bukan Tuhan !

DALANG :
Nan na na mulai lagi! Mungkir ya? Tak kobok baru nyahok! Perempuan seperti kami nggak bisa lagi  bisa dikibulin, tahu? Nggak mungkin. So what gitu lho!.

PEREMPUAN:
Opo meneh aku, aku ora wedi, bajingan !

SESEORANG :
Tazpi aku bukan Tuhan, jangan salah terus dong!.

DALANG :
Eh… ee …eeee berani cipoa terus. Minta digigit ya. Gemes aku! (BERPIKIR LAGI DAN KEMUDIAN BERBISIK KEPADA KAWANNYA)  Tapingomong-ngomong  kalo dia bener,  kita dosa lho, kita bisa masuk neraka betulan, direbus dalam air mendidih, seperti kepiting saos tiram dong. Adihh ngeri aku!

PEREMPUAN:
Apalagi kalau dimasukin ke kubangan lintah, mampus lho !

DALANG :
Wow aku bisa stress, bisa-bisa  menstruasi seminggu sekali dong.

PEREMPUAN (MARSINAH)
Tuhan! Kamu tahu, apa sebab kami melakukan semua ini?Apa sebab kami jualan badan begini? Apa boleh buat, t5ahu?!. Di rumahku ada 12 orang anak yang mulutnya nganga tiap hari minta disumpel makanan.

PEREMPUAN
Di rumhku ada 20 kepala yang semua menggantungkan isi perutnya kepada badanku ini, tahu?  Kalau ada yang menyentuh badanku baru mereka makan. Jadi tiap malam  paling sedikit mesti ada 21 orang menjarah badanku, karena perutku juga perlu makan! Bagaimana kalau sampai aku kena AIDS?

DALANG:
Dasar laki-laki, semuanya anjing kurap.

PEREMUAN
He.. Tuhan dengerin!

SESEORANG :
Aku bukan Tuhan, aku bukan Tuhan!!

DALANG :
Diem! Kamu ngerti nggak, yang kami butuhkan bukan hanya makanan 4 sehat 5 sempurna, tahu! Kami perlu makanan batin, ngerti!

PEREMPUAN (MARSINBAH):
Anak-anak itu semuanya perlu pendidikan, aku tak mau mereka menjadi kecoa jalanan, sama seperti orang tuanya. Tapi sekarang ini, harga pendidikan jauh lebih mahal dari harga kehormatan.

DALANG :
He.. Tuhan, kau sangka hidup kami ini enak ?  Enak ??  Iya ???   Iya ?? Enak? Ya kadang-kadang memang enak juga, tapi banyak kagaknya, tahu! Apalagi kalau sopir taksi itu datang minta setengah lagi,  waah… ambune itu lhoooo !!

PEREMPUAN (MARSINAH):
Tuhan !!  Kau pikir kalau kami tertawa, kami betul-betultertawa? Itu keblinger! Hati kami diiris setiap kali kami tertawa, karena kami nggak punya apa apa lagi untuk dijual , kecuali ……(KORBAN MEMBUKA BAJU) ini!

PEREMPUAN:
Dan ini…. (MEMBUKA)

PEREMPUAN
Dan kalau terpaksa ini…. ( MEMBUKA BAJU )

DALANG :
Tapi aku nggak usah buka-bukaan kan?.

PEREMPUAN:
Buka aja!

(DALANG MEMBUKA SUMPELAN BUAH DADANYA )

DALANG :
Tap[I ini kan cuma bantal.

PERMPUAN
Aku jual tubuh seperti ini bukan karena seneng, tapi karena kau biarkan mereka merenggut nyawa suamiku yang sudah berjuang demi keadilan sepanjang hidupnya. Kenapa kau biarkan orang-orang baik cepat mati sedanhgkan bandit-bandit tengik itu seenak udelnya membunuh orang yang tidak bersalah ? Kenapa kau biarka mereka menang dan berkuasa ? Kenapa kau sampai hati membiarkan putra-putriku yang aku harapkan akan menjadi tiang rumah tangga kelaparan dan tak punya kesempatan. Sebagian lagi hilang tak berbekas sampai sekarang tak tahu mesti ke mana aku mencari. Kenapa Tuhan, kenapa agar kau biarkan para penguasa adijaya yang biadab itu terus enak-enakan menduduki kursi singasana kekuasaan sepanjang jaman. Apa kamu setuju mereka akan berkuasa sepanjang zaman?

PEREMPUAN
Aku muak!

PEREMPUAN
Mana keadilan dan kebenaranmu? Kenapa kamu biarkan kami ditindas?

DALANG :
Tuhan, kenapa kau sampai hati menyuruh aku harus menjual ini !
 (DALANG NUNGGING MEMPERLIHATKAN PANTATNYA)

PEREMPUAN
Aku protes!

DALANG :
Kenapa kau biarkan kami kehilangan mata sampai tidak punya alat untuk menangis lagi.

PEREMPUAN
Kami sudah tidak bisa melihat lagi. Semua sudah gelapppppp.

DALANG:
Gelap!

PANGGUNG MENDADAK GELAP. BANDOT YANG LEBIH BESAR MUNCUL PERLAHAN-LAHAN DARI BAWAH DAN MELAYANG. PEREMPUAN ITU TERUS BICARA. YANG SATU KEMBALI MEN JADI KORBAN.M YTANG SATU MENJADI MARSINAH. YANG SATU, DALANG, MENJADI DALANG KEMBALI> MARSINAH KEMBALI MENGUCAPKAN DIALOG-DIALOGNYA. KORBAN MENGULANG DIALOGNYA. DAN DALANG MENJADI BUNG KARNO. SEMENTARA ITU JENDRAL DAN AJUDANNYA KEMBALI BERKOAR SEPERTI DI AWAL ADEGAN.

PANGGUNG HIRUK-PIKUK, PENUH DENGAN SUARA, SERUAN, HUJATAN, PERINTAH DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN. TERDENGAR LAGU JANGAN MENANGIS INDONESIA.

BANDOT YANG PERTAMA KEMBALI MUNCUL. SEKARANG DI LEHERNYA BERGANTUNG BANDOT KECIL. IA TERUS MENDEKATI BANDOT YANG LEBIH BESAR YANTG TERGANTUNG DI TENGAH PANGGUNG DAN MEMELUK SERTA MENYABARKANNYA.

DI BELAKAN LAYAR LAMPU MENYALA. NAMPAK BAYANG-BAYANG WAYANG RAKSASA, SERTA ORANG-ORANG YANG SEDANG BERUSAHA UNTUK MENGANGKAT BEBAN YANG BERAT.

SESEORANG:
Negeri yang telah merdeka, tumbuh menjadi kekuasaan lalim mendera warganya yang lemah, hingga rakyat bertiwikrama, tetapi apa lacur kebablasan, negeri pun semakin menggenaskan. Pemimpin tak malu aib, rakyat mabok kebebasan, iman keropos, moral ngeletek, rupiah bangkrut dan hukum sekarang. Namun ngeh adalah harapan, jangan menangis Indonesia.

DALANG:
Di dalam Indonesia merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain coraknya. Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu-padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang  kita cita-citakan ………. (TEPUK TANGAN RIUH)

KEADAAN BERTAMBAH RIUH. SESEORANG MENGIBAS-NGIBASKAN BENDERA RAKSASA SEAKAN-AKAN HENDAK MENGUSIR GEBALAU ITU. PROSES YANG RIUH, DAHSYAT DAN PENUH DENGAN KETIDAKTENTUAN SEDANG BERLANGSUNG.

PERLAHAN-LAHAN LAMPU PADAM, TETAPI SUARA-SUARA ITU TERUS SAJA BERTAMBAH RIUH DAN KEMUDIAN SAYUP-SAYUP DAN LENYAP.



                                                                    Jakarta, Cirendeu,  2005










1 komentar: